Selasa, 05 Januari 2010

tugas pengantar arsitektur

Rumah sub tropis
















nkarla Nursery milik Iin Hasim adalah perintis kebun bunga sub tropis di Indonesia. Lokasi kebunnya di dekat Kebun Raya Cibodas di kawasan Puncak. Ketika krisis ekonomi melanda Indonesia, pasar krisan yang masih dipegangnya tinggal Timur Tengah dan Brunei. Dia mengekspornya secara FOB.

Tetapi kebunnya seluas sekitar 8 hektar itu praktis hanya beroperasi sekitar seperempatnya. Untunglah di lokasi kebun itu ada 3 bangunan asri dengan kapasitas akomodasi untuk sekitar 50 orang. Bagi keluarga yang tinggal di Metropolitan Jakarta, menginap di kebun tersebut merupakan sesuatu yang sangat eksotis. Sewa satu bungalow dengan tarif Rp 400.000,- sampai Rp 600.000,- per hari (24 jam) di tengah kebun bunga di ketinggian 1.200 m. dpl. merupakan sesuatu yang sangat eksotis.
Tertolonglah cash flow kebun dari industri wisata agro. Baik dari akomodasi, tetapi yang lebih menarik lagi dari menu yang per orangnya per hari ditetapkan Rp 60.000,- 
Industri wisata agro memang bisa menjadi "the side income" yang cukup menarik bagi kegiatan agribisnis Indonesia. Bagi Inkarla Nursery, industri wisata agro saat ini malahan telah berubah  menjadi "gantungan hidup". Padahal, industri ini masih relatif baru bagi sektor agribisnis Indonesia. Kebun Teh Gunung Mas milik PTPN VIII yang juga terletak di kawasan puncak, telah terlebih dahulu merintis kegiatan wisata agro ini. Tahun-tahun 80an awal, tiba-tiba masyarakat Jakarta dikejutkan dengan berita-berita tentang tea walk di Gunung Mas.
Tea walk mula-mula dipopulerkan oleh majalah Mutiara yang diterbitkan oleh kelompok Sinar Harapan. Kegiatan tea walk ini kemudian berkembang di hampir semua kebun teh di Jawa. Baik milik swasta maupun PTPN. Sebelumnya, Gunung Mas memang telah menerima kunjungan-kunjungan insidental dari travel biro yang membawa turis asing. Biasanya bus-bus wisata ber AC kapasitas 40 orang ini akan berangkat pagi dari Jakarta, mampir di Gunung Mas lalu makan siang di Puncak Pas untuk melanjutkan perjalanan wisatanya ke Bandung.

Namun sebenarnya, jejak rintisan industri wisata agro di Indonesia sudah dimulai tahun 1977. Nun di ujung Banyuwangi sana, Kebun Kaliklatak telah membuat badan hukum PT Wisata Agro Irjen untuk menangani kegiatan wisatanya. Kebun ini terletak sekitar 15 km. dari Banyuwangi pada ketinggian mulai dari 400 sd. 900 m. dpl.

Komoditas yang mereka tanam karet, kopi, cengkeh, kayu manis, pisang dan lengkeng. Kebun ini dibuka tahun 1920an oleh swasta Italia. Kemudian dibeli oleh swasta Belanda. Baru pada tahun 50an diambil oleh swasta Indonesia. Karena merupakan bekas  kebun milik swasta Eropa, maka pada tahun-tahun 70an ketika situasi ekonomi dan politik Indonesia mulai stabil, banyak warga Eropa yang ingin menengok kebun yang pernah dikelola oleh leluhur mereka.
Dari sinilah timbul gagasan dari Ny. Irma Soehoed untuk secara formal membuka kebunnya sebagai obyek wisata agro. Pada kurun waktu yang bersamaan, di Kalibaru, Kab. Banyuwangi, Moestadjab mengembangkan pula obyek wisata agro kebun Margo Utomo. Dua kebun inilah yang bisa disebut sebagai perintis wisata agro di Indonesia.

Kaliklatak maupun Margo Utomo merupakan kebun berskala kecil dengan elevasi ketinggian masih di bawah 1.000 m. dpl. Berbeda dengan kebun kopi arabika milik PTPN XII di pegunungan Ijen. Kebun Sempol maupun Kalisat di kawasan ini luasnya sampai ribuan hektar dan terletak pada ketinggian di atas 1.000 m. dpl. Bahkan pada beberapa tempat ketinggiannya mencapai 1.700 m. dpl. Salah satu kebun ini sebelum dinasionalisasi, milik swasta Perancis. Hingga bangunan rumah tinggal Administraturnya yang 100% terbuat dari bahan kayu dan bambu menggunakan arsitektur Perancis.

Selain itu ada pula rumah peristirahatan bergaya belanda lengkap dengan perapian dan cerobong asapnya. Kawasan ini sebenarnya jauh lebih memiliki daya tarik dibanding Margo Utomo maupun Kaliklatak. Karena ada obyek wisata alam berupa air terjun dan kawah Ijen dengan tambang belerangnya. Namun sarana/prasarananya masih belum mendukung. Selain itu pengelolaannya juga masih kalah jauh dibanding dengan Margo Utomo dan Kaliklatak. Rupanya PTPN XII lebih berkonsentrasi mengembangkan wisata agronya di Wonosari, Lawang. Sebab lokasinya relatif mudah dijangkau dari Surabaya.

Pertengahan tahun 90an, Departemen Pertanian membentuk Komisi Wisata Agro yang kedudukannya langsung di bawah Sekjen. Komisi ini bersama dengan Departemen Pariwisata dan Pemda, kemudian mebentuk Panitia Kerja Tetap Wisata Agro (Panjatap Wisata Agro). Beberapa kali Panjatap menyelenggarakan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) dengan kunjungan lapangannya.

Tercatat antara lain di Malang, Menado dan Surakarta.  Pada tahun-tahun itu pulalah di kawasan Cileungsi, Kab. Bogor keluarga Cendana membangun Taman Buah Mekarsari. Di Cipanas Ny. Bustanil Arifin membuka Taman Bunga Nusantara. Meskipun dua obyek wisata agro raksasa telah dibuka dan Komisi serta  Panjatap telah bekerja keras, namun baru awal tahun 1999 terbentuk Asosiasi Wisata Agro (AWAI) yang beranggotakan para pengelola obyek wisata agro, PTPN, biro perjalanan dan kalangan pemerintahan.
Terbentuknya asosiasi ini bertepatan dengan terjadinya krisis politik dan ekonomi di Indonesia. Banyak kebun-kebun yang dijarah dan angka kunjungan wisatawan asing turun dengan drastis sampai ke titik paling rendah. Otomatis, tingkat hunian hotel pun juga turun sampai tinggal 20 sampai 30% dari kapasitas normalnya.

Namun ada hal yang aneh dengan hotel yang mengembangkan wisata agro. Di Batu, Malang, hotel Kusuma Agro justru naik tingkat huniannya pada saat kondisi krisis. Hotel ini dulunya kebun apel. Ketika pembangunan dilaksanakan, sebagian kebun apelnya disisakan. Kemudian juga dikembangkan paket-paket wisata kebun kopi, jeruk, stroberi dan lain-lain.

Ada dua kemungkinan mengapa Kusuma Agro justru naik tingkat huniannya di saat krisis. Pertama, banyak keluarga dari Surabaya dan Jakarta yang takut demo serta kerusuhan. Mereka mencari tempat aman. Salah satunya adalah Kusuma Agro. Sebab kawasan Puncak, Baturaden, Bandungan, Kopeng, Tawangmangu, Tretes, bahkan Selecta dan Batu sendiri pun, selama ini telah mendapatkan cap dari masyarakat sebagai tempat mesum. Kusuma Agro kebetulan mampu menciptakan citra "agro" yang aman sebagai tempat berwisata bagi keluarga.
Kemungkinan lain, ketika terjadi krisis ekonomi, hanya sektor pertambangan dan agro yang mampu tumbuh dengan angka plus. Masyarakat yang awam dengan agro tentu ingin tahu, seperti apakah yang disebut agro itu? Alternatif yang paling mudah untuk menengok sektor agro adalah dengan berkunjung ke hotel yang bercitra agro.

Industri wisata agro tentu tidak hanya sekadar ditandai dengan dibukanya obyek-obyek agro kepada para wisatawan. Sama halnya dengan wisata alam (Eco Tourism), peran biro perjalanan dengan jaringannya sangat menentukan  hidup matinya sebuah obyek wisata. Gunung Mas misalnya, sangat terbantu oleh kontak personnya dengan biro perjalanan dari Eropa.

Lahirnya tea walk bahkan tidak terlepas dari peran media massa. Di Indonesia, yang bisa disebut perintis biro perjalanan khusus agro adalah Bina Swadaya Tour (BST). Di tahun 90an, BST sangat aktif mendatangkan wisatawan asing untuk berkunjung ke obyek-obyek pertanian di Indonesia. Para wisatawan tersebut merasa sangat surprise bisa melihat sawah, ikut membajak bahkan menginap dan makan bersama  dengan menu yang biasa disantap oleh para petani kita.
Selain itu, BST juga aktif membawa para pengusaha/petani kita untuk studi banding bahkan "magang" ke Malaysia, Thailand, Taiwan, Australia dan Eropa. Jejak dari kegiatan BST ini bisa tampak di beberapa daerah dengan terbangunnya titik-titik kegiatan agro yang memiliki akses langsung ke para petani dan asosiasi di negara-negara yang pernah mereka kunjungi.

Di awal tahun 90an, ketika rombongan Indonesia datang ke Thailand dan Taiwan, biro perjalanan, petani  dan pejabat Departemen Pertanian di negara tersebut terkaget-kaget. Sebab meskipun Thailand adalah negara dengan andalan utama devisanya dari sektor wisata dan pertanian mereka juga sangat maju, namun wisata agro masih belum terpikirkan oleh mereka.

Hingga mereka terheran-heran ketika ada wisatawan dari Indonesia bukannya ingin datang ke Ciangmai atau Pataya melainkan mau melihat kebun durian. Hanya Australia yang sudah sejak lama siap dengan wisata agro. Di negara tersebut ada Agtour yang mengkhususkan diri menangani perjalanan wisata agro. Tetapi tahun 2.000 kemarin, Thailand telah membentuk Direktorat Wisata Agro di Departmen of Agriculture Extention mereka.
Obyek-obyek wisata agro seperti Supatra Land berkembang pesat. Biro Perjalanan khusus wisata agro juga lahir. Tahun lalu Taiwan malahan mengumpulkan para pakar dan biro perjalanan wisata agro dari seluruh dunia untuk datang ke negerinya guna memberikan masukan-masukan bagi pengembangan industri wisata agro. Negeri pulau yang hanya seluas Jawa Barat tersebut punya rencana untuk menjual kebun sayuran, buah dan bunga mereka menjadi obyek wisata agro.
Meskipun Indonesia tercatat telah terlebih dahulu melangkah, tampaknya Thailand dan Taiwan  telah berhasil mendahului langkah kita dalam menangkap peluang dari  industri wisata agro.IndofamilyNetTravel.
prinsip-prinsi disain ;
1.keseimbangan : simetris karena jika di tarik sumbu axisnya maka akan sama antara sisi kanan dengan sisi kiri.tetapi terlalu banyakpasangan yang sama dalam suatu komposisi dapat menjadikan komposisi itu monoton dan statis.
2.irama : statis karena bangunan tersebut memiliki pengulangan bentuk/garis dengan perletakan,jarak,dimensi yang sama.
3.vocal point : pada seluruh bangunan
4.skala : skala normal karena bangunan tersebut di buat dengan fungsional yang wajar serta ukuran pintu serta unsure lain dimana manusia bekeja menurut fungsi atau standart ukuran.
5.unity : keterpaduan dengan elemn penunjang yang alinnya seperti taman kecil di sekeliling rumah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar