Selasa, 05 Januari 2010

tugas pengantar arsitektur

bangunan eropa

















Kendati perak bukan cuma ada di Kota Gede, tak bisa disangkal penampilan kota ini berbeda, lebih dari sekadar tempat berburu aneka kerajinan dari perak. Sebab di kota ini terdapat bangunan tua perpaduan gaya Eropa dan tradisional Jawa. Ingin membeli souvenir perak di Yogyakarta, cobalah datang ke Kota Gede, kota kecil yang berjarak sekitar 10 kilometer sebelah tenggara Yogyakarta ini, banyak sekali terdapat rumah tangga yang menyandarkan kehidupannya dari kerajinan perak. Sepanjang jalan masih berdiri tegar rumah-rumah tua peninggalan Belanda dan juga ada rumah perpaduan gaya Eropa dan tradisional Jawa.

Sebelum berkembang menjadi sentra kerajinan perak, Kota Gede merupakan ibu kota Kerajaan Mataram yang pertama, dengan raja pertama Panembahan Senopati. Panembahan Senopati menerima kawasan yang waktu itu masih berupa hutan yang sering disebut Alas Mentaok dari Sultan Pajang, Raja Kerajaan Hindu di Jawa Timur. Kota Gede menjadi ibu kota hingga tahun 1640, karena raja ketiga Mataram Islam, Sultan Agung, memindahkannya ke Desa Kerto, Plered, Bantul.

Keberadaan perajin perak muncul seiring dengan lahirnya Mataram, juga tak luput dari peran Verenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) yang masuk ke Yogyakarta sekitar abad ke-16 silam. Waktu itu, banyak pedagang VOC yang memesan alat-alat rumah tangga dari emas, perak, tembaga, dan kuningan ke penduduk setempat. "Ibu kota memang dipindah dari Kota Gede ke Plered, tapi itu tidak membuat para perajin ikut-ikutan pindah. Mereka yang biasanya melayani kebutuhan raja itu tetap mempertahankan dan menjalankan usahanya dengan menjualnya ke masyarakat umum," jelas Happy.

Dari pengaruh Kerajaan Mataram dan VOC inilah, maka rumah-rumah pada waktu itu bergaya campuran Jawa dan Eropa, atau juga disebut rumah Kalang. Keunikan Rumah Kalang ini adalah adanya perpaduan unsur Jawa dan Eropa, yaitu joglo yang dijadikan rumah induk terletak di bagian belakang dan di depan bangunan model Eropa.

Bangunan Eropa ini cenderung ke bentuk baroque, berikut corak Corinthian dan doriq. Sedang pada bangunan joglonya, khususnya pendopo sudah termodifikasi menjadi tertutup, tidak terbuka seperti pendopo joglo rumah Jawa. Pendopo Jawa umumnya terpisah dari bangunan utamanya, sedangkan yang ini menyatu. Relief-relief dengan warna-warna hijau kuning, menunjukkan bukan lagi warna-warna Jawa lagi. Munculnya kaca-kaca warna-warni yang menjadi mosaik penghubung antar pilar-pilar, menunjukkan joglo ini memang sudah menerima sentuhan lain.

Sejak tahun 70-an, kerajinan perak produksi Kota Gede telah diminati wisatawan mancanegara, baik yang berbentuk perhiasan, peralatan rumah tangga ataupun aksesoris penghias. Lokasi perajin perak di Kota Gede tersebar merata, mulai dari Pasar Kota Gede sampai Masjid Agung. Saat ini sekitar 60 toko yang menawarkan berbagai produk kerajinan perak.

Sedikitnya ada empat jenis tipe produk yang dijual, yakni filigri (teksturnya berlubang-lubang), tatak ukir (teskturnya menonjol), casting (dibuat dari cetakan), dan jenis handmade (lebih banyak ketelitian tangan, seperti cincin dan kalung). Secara umum hasil kerajinan perak di kota ini terbagi dalam 4 jenis, yaitu aneka perhiasan (kalung, gelang, cincin, anting), miniatur seperti kapal dan candi, dekorasi atau hiasan dinding dan aneka kerajinan lainnya.

Bahan baku kerajinan perak Kota Gede ada 2 yaitu lembaran perak yang biasa disebut Gilapan dan benang-benang perak yang biasanya disebut Trap atau Filigran. Dalam setiap proses pembuatannya, ternyata tidak sepenuhnya berbahan dasar perak murni melainkan ada pencampuran dengan tembaga. Seratus persen perak dicampur dengan tembaga 7,5%. Sebab kalau perak murni terlalu lembek dan kurang kuat untuk dijadikan barang kerajinan, oleh karenanya dicampur tembaga sebagai pengerasnya.

Dan hasil Gilapan berbentuk lembaran ataupun batangan perak itu dipukul-pukul dengan alat tertentu seperti palu yang kemudian menjadi lembaran-lembaran gepeng. Setelah itu dibentuk sesuai dengan disain yang telah dibuat seperti teko, gelas, piring, sendok dan lainnya.
Prisip-prinsip disain :
1.keseimbangan : formal Karena jika di tarik sumbu axis maka sisi kanan dengan sisi kiri akan sama.tetapi cenderung tidak imajinatif dalam pelaksanaannya.
2.iramanya : statis karena bangunan tersebut memiliki bentuk/garis dengan perletakan,jarak,dimensi yang sama.
3.vocal point : pada bagian depan gedung yang memiliki ukiran khas eropa.
4.skala : skala normal dapat di peroleh dengan pemecahan masalah fungsional secara wajar.besarnya ukuran pintu,jendela,dan unsure-unsur lain di mana manusia bekerja menurut fungsi atau standart-standart ukuran yang ada.
5.unity : tidak serasi karena tidak memiliki elemen penunjang untuk membentuk suatu keastuan yang utuh dan serasi.

1 komentar:

  1. Wah,, artikel ini sangat berguna dan membantu dalam pembuatan makalah,, makasih :)

    BalasHapus